Suatu ketika Imam Syafi’I duduk dihadapan Imam Malik. Ketika itu Imam Malik terkesima dengan kelebihan yang dimiliki Imam Syafi’i. lalu Imam Malik berkata, “Allah telah menganugerahkan seberkas cahaya dalam hatimu, maka janganlah sekali-kali kamu memadamkannya dengan kegelapan maksiat.”
Namun pada suatu hari ketika Imam Syafi’I sedang dalam perjalanan menuju rumah gurunya, Waki’ Ibnul Jarah, wasiat Imam Malik tersebut ia langgar. Ia melihat tumit seorang wanita. Seketika itu pulalah hafalannya kacau, padahal ia terkenal mampu menghafal persis yang tertulis, bahkan agar hafalannya tak tercamput, ia meletakkan sebelah tangannya di atas lembaran berikutnya. Imam Waki’pun kembali mengingatkan Syafi’I terhadap nasihat Imam Malik, yaitu agar ia meninggalkan dosa sebagai obat manjur untuk menguatkan hafalannya.
Kuadukan kepada Waki’
Buruknya hafalanku
Maka ia menasehatiku
Agar aku meninggalkan maksiat
Ia juga mengingatkanku
Bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah takkan diberikan
Kepada pelaku maksiat
Hal inilah yang membuat Abud Darda menangis tatkala umat islam berhasil melakukan ekspansi ke kawasan Cyprus, ketika ia ditanya, “Apakah yang membuat kamu menangis di saat Allah memuliakan Islam dan menghinakan kemusyrikan dan orang-orangnya?” Maka ia menjawab, “Alangkah terhinanya mahkluk Allah ketika meninggalkan perintah-Nya. Sebenarnya mereka adalah umat yang kuat dan mempunyai kemampuan, namun mereka telah meninggalkan perintah Allah azza wa jalla”.
Tatkala kamu dalam limpahan nikmat,
Maka periharalah ia
Karena dosa-dosa akan membuatnya sirna
Peliharalah nikmat itu dengan ketaatan
Pada Tuhan sekalian hamba
Karena sesungguhnya Ia Mahacepat
Menurunkan siksa
Aneh Tapi Nyata
Mungkin kadangkala Anda bertanya-tanya, “Mengapa saat ini kebanyakan orang fasik dan selalu bermaksiat memiliki kedudukan istimewa? Namun orang-orang yang selalu berpegang teguh pada kebenaran dan ajaran Islam menderita kekafiran, tidak berdaya, dan terhina?”
Rasulullah saw. Menjawab pertanyaan ini dalam sabdanya,
“Apabila kamu menyaksiakan seorang hamba mendapatkan dari Allah ta’ala apa yang ia sukai kehidupan dunia, namun ia terus berkecimpung dalam kemaksiatan, maka ketahuilah bahwa semua itu hanyalah istidraaj.”
Lalu Rasulullah saw. Membacakan firman Allah,
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (Al-An’aam:44)
Istidraaj adalah penangguhan hukuman dan ditundanya azab.
Wahai saudaraku, tatkala kamu merasa Allah melimpahkan berbagai nikmat sedangkan kamu melakukan maksiat, maka berhati-hatilah. Jika Allah memberikan rezeki berupa harta, anak, kesehatan, atau-pun ketampanan, namun kamu balas semua itu dengan maksiat, maka sekali lagi berhati-hatilah. Takutlah kepada siksaNya yang datang dengan tiba-tiba dan akan beratnya kemurkaan-Nya serta hilangnya pengampunan-Nya.
Ataukah kamu ingin aku perkuat sunatullah ini dengan argument dari Al-Qur’an? Perhatikan dengan saksama firman Allah swt. tatkala menggambarkan keadaan orang-orang kafir,
“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng- loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Az-Zukhruf: 33-35)
Dr. Khalid Abu Syadi Seri Penyegaran Iman
Malang, 9 Rabiul Awal 1432 H
Agus Candra Kurniawan
www.agusckurniawan.blogspot.com