“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan kan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad : 7)
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Sebagai seorang kader dakwah atau aktivis mahasiswa yang berjuang membawa panji Islam, sudah seharusnyalah kita mempunyai hubungan yang kokoh dan kuat dengan Allah SWT (Quwwatush-shilah billah). Dan sesungguhnya, kalau kita sadari ada banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai opsi atau pilihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hubungan tersebut.
Di dalam buku Al Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus, Al Ustadz Said Hawwa menuliskan paling tidak ada 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagi wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Mulai dari shalat, zakat-infak-shodaqoh, shaum, haji, tilawah Qur’an, dzikrullah, tafakkur alam dan seterusnya.
Meskipun demikian, kita masih sering merasakan adanya kekeringan ruhani, apalagi ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas kita di kampus disaat-saat kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru seperti sekarang(OSPEK, MENTORING, etc). Hal tersebut wajar, karena kita memang sangat jarang mengaliri qalbu kita dengan siraman-siraman ruhani berupa sarana-sarana yang telah disediakan oleh Allah SWT tersebut. Atau istilah HP-nya, kita jarang mengeces baterai-baterai ruhani kita dengan amaliyah tersebut.
Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan klasik : sibuk-lah, repot-lah, banyak rapat dan agenda kegiatan lain (yang insya Allah juga untuk kepentingan dakwah Illalah-red), alias susah mendapatkan waktu senggang untuk menyiram tanaman ruhiyah kita.
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Kadangkala kalau kita berkumpul dengan sesama ikhwah, sesama kader dakwah, aktivis mahasiswa yang komitmen dengan nilai-nilai Islam--entah dalam majelis ilmu, halaqoh pekanan, syuro’ atau majelis-majelis zikir yang lain-- kita merasa mendapatkan setetes embun kesejukan di tengah gersangnya hati kita dan seolah kita mendapatkan siraman air hujan di tengah teriknya padang pasir, dan ketika itu kita ingat bahwa ruhiyah kita sedang sangat kekeringan dan dalam hati kita bertekad untuk mencoba melakukan amal-amal kebaikan yang dapat mengantarkan kita untuk terus mendapatkan nuansa kesejukan itu.
Namun, Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Apa yang terjadi begitu kita keluar dari majelis-majelis tersebut ..?, ketika kita kembali bertemu dengan aktivitas yang menumpuk…?, ketika kita kembali di tengah-tengah kondisi yang ternyata tidak mendukung kita untuk tetap istiqomah…?. Ternyata, kita kembali menjadi manusia-manusia yang sibuk, bahkan manusia super sibuk (mudah-mudahan tidak menjadi manusia yang sok sibuk) dan kita lupakan sebuah niatan kita untuk melakukan siraman-siraman yang bisa menyuburkan iman kita.
Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak berarti meninggalkan langkah-langkah kita untuk melakukan siraman-siraman dan pengecesan baterai ruhiyah kita. Dan yang perlu kita sadari bahwa kesibukan kita tidaklah akan pernah selesai, karena sebagai seorang muslim kita harus berprinsip, bahwa istirahat kita adalah perpindahan dari satu aktivitas ke aktivias yang lain, dan istirahat yang sejati kita adalah ketika kita bertemu dengan maut dalam keadaan siap untuk mempersembahkan amal-amal yang terbaik untuk kita pertanggungjawabkan di hadapan Rabb kita. Insya Allah.. . Dan ingatlah sebuah pesan dari Al Imam Hassan Al Banna, bahwa “Kewajiban dakwah kita lebih banyak dari waktu yang tersedia”.
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Mari kita renungkan bersama satu firman Allah SWT berikut ini :
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang ynag bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringnan kepada kamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian nikmat Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an itu dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengn pinjaman ynag baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al Muzzamil :20).
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa :
- Allah SWT mnegetahui bahwa kemampuan kita dalam berqiyyamulllail berbeda–beda, ada yang hampir mampu mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, dan ada pula yang speretiga malam.
- Allah SWT-lah yang menentukan ukuran-ukuran siang dan malam.
- Allah SWT menegtahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan mampu melakukan kewajiban (ya……KEWAJIBAN, karena waktu itu qiyyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum muslimin).
- Allah SWT mengetahui bahwa diantara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma’isyah, ada pula yang sibuk berperang fii sabilillah..
Meskipun Allah SWT mengetahui kesibukan kita, namun Dia tetap memerintahkan kepada kita untuk :
+ Membaca Al qur’an (bahkan diulang sampai 2 kali) sesuai dengan kemudahan kita.
+ Menegakkan shalat
+ Membayar zakat
+ Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah SWT (sedekah dan semacamnya)
+ Banyak-banyak beristighfar
Artinya, kalau kita kita sesuaikan dengan kondisi kita saat ini, betapapun kesibukan yang melanda kita, padatnya agenda aktivitas kita dan banyaknya jadwal rapat ini dan koordinasi itu, kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhiyah kita dan mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.
Ada banyak cara yang ditawarkan Islam agar kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman dan penyegaran ruhiyah kita. Diantaranya adalah :
Kita harus men-split waktu-waktu yang kita miliki agar muncul menjadi beberapa saat, sehingga dihadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.
Ada sebuah kisah di zaman Rasulullah SAW. Waktu itu ada seorang sahabat bernama Hanzhalah yang bertemu sahabat Abu Bakar Ash-shidiq radhiyallahu ‘anhu. Begitu bertemu, Hanzhalah berkata kepada Abu Bakar, ”Nafaqa Hanzhalah” (Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar pernyataan seperti itu Abu Bakar kaget, lalu bertanya, ”Kenapa ?”. Hanzhalah menjawab “Kalau saya berada di majelis Rasulullah SAW, seakan saya melihat dengan mata kepala sendiri suasana surga dan neraka, akan tetapi ketika saya bertemu dengan anak-anak dan istri saya, saya semua lupa apa yang saya rasakan tadi”. Mendengar penjelasan seperti itu, Abu Bakar berkata, “Kalau begitu, sama seperti saya.”. Singkat cerita mereka menghadap Rasulullah saw dan menceritakan perasaan dan problem mereka, nabi saw menjawab :”………, akan tetapi sa-’ah wa sa’-ah”. Maksudnya bagilah (split-lah) waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR. Bukhari).
Kita harus pandai memanfaatkan “serpihan-serpihan” waktu kita dan mendayagunakannya untuk melakukan siraman ruhiyah kita dan pengecesan baterai qalbu kita. Daripada sibuk mencari obyek untuk “cuci mata”, lebih baik kita menyibukkan diri kita dengan berdzikir sambil berjalan ke kampus. Daripada melamun hal-hal jorok, mungkin kita bisa tilawah qur’an atau membaca buku sambil menunggu teman lain yang belum datang untuk rapat, dan banyak peluang kebaikan yang lain yang sesungguhnya bisa kita siasati, jika kita bersungguh-sungguh.
Pada suatu ketika Rasulullah saw memperingatkan kita dengan sabdanya : “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan mengalahkannya, karenanya luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan pesimis) dan meminta tolonglah dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam”. (HR Bukhari).
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Terakhir sekali, kita harus pandai mendiversivikasi kegiatan/aktivitas kita dengan berbagai ragam kegiatan agar tidak cepat bosan, ingatlah bahwa, “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan sehingga kita bosan, dan bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya dan bahwasanya amal yang paling dicintai Allah SWT adalah yang kontinu” (HR Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’i).
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufiq, bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqomah diatas jalan-Nya dan memberikan kemudahan kepada kita mencapai jannah-Nya. Amiin.
(Dikutip dari tulisan Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim dalam buku Rambu-rambu Amal)
“Dan katakanlah, ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS At Taubah :105)
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Sebagai seorang kader dakwah atau aktivis mahasiswa yang berjuang membawa panji Islam, sudah seharusnyalah kita mempunyai hubungan yang kokoh dan kuat dengan Allah SWT (Quwwatush-shilah billah). Dan sesungguhnya, kalau kita sadari ada banyak sarana yang bisa kita jadikan sebagai opsi atau pilihan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hubungan tersebut.
Di dalam buku Al Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus, Al Ustadz Said Hawwa menuliskan paling tidak ada 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagi wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Mulai dari shalat, zakat-infak-shodaqoh, shaum, haji, tilawah Qur’an, dzikrullah, tafakkur alam dan seterusnya.
Meskipun demikian, kita masih sering merasakan adanya kekeringan ruhani, apalagi ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas kita di kampus disaat-saat kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru seperti sekarang(OSPEK, MENTORING, etc). Hal tersebut wajar, karena kita memang sangat jarang mengaliri qalbu kita dengan siraman-siraman ruhani berupa sarana-sarana yang telah disediakan oleh Allah SWT tersebut. Atau istilah HP-nya, kita jarang mengeces baterai-baterai ruhani kita dengan amaliyah tersebut.
Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan klasik : sibuk-lah, repot-lah, banyak rapat dan agenda kegiatan lain (yang insya Allah juga untuk kepentingan dakwah Illalah-red), alias susah mendapatkan waktu senggang untuk menyiram tanaman ruhiyah kita.
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Kadangkala kalau kita berkumpul dengan sesama ikhwah, sesama kader dakwah, aktivis mahasiswa yang komitmen dengan nilai-nilai Islam--entah dalam majelis ilmu, halaqoh pekanan, syuro’ atau majelis-majelis zikir yang lain-- kita merasa mendapatkan setetes embun kesejukan di tengah gersangnya hati kita dan seolah kita mendapatkan siraman air hujan di tengah teriknya padang pasir, dan ketika itu kita ingat bahwa ruhiyah kita sedang sangat kekeringan dan dalam hati kita bertekad untuk mencoba melakukan amal-amal kebaikan yang dapat mengantarkan kita untuk terus mendapatkan nuansa kesejukan itu.
Namun, Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Apa yang terjadi begitu kita keluar dari majelis-majelis tersebut ..?, ketika kita kembali bertemu dengan aktivitas yang menumpuk…?, ketika kita kembali di tengah-tengah kondisi yang ternyata tidak mendukung kita untuk tetap istiqomah…?. Ternyata, kita kembali menjadi manusia-manusia yang sibuk, bahkan manusia super sibuk (mudah-mudahan tidak menjadi manusia yang sok sibuk) dan kita lupakan sebuah niatan kita untuk melakukan siraman-siraman yang bisa menyuburkan iman kita.
Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan kita tidak berarti meninggalkan langkah-langkah kita untuk melakukan siraman-siraman dan pengecesan baterai ruhiyah kita. Dan yang perlu kita sadari bahwa kesibukan kita tidaklah akan pernah selesai, karena sebagai seorang muslim kita harus berprinsip, bahwa istirahat kita adalah perpindahan dari satu aktivitas ke aktivias yang lain, dan istirahat yang sejati kita adalah ketika kita bertemu dengan maut dalam keadaan siap untuk mempersembahkan amal-amal yang terbaik untuk kita pertanggungjawabkan di hadapan Rabb kita. Insya Allah.. . Dan ingatlah sebuah pesan dari Al Imam Hassan Al Banna, bahwa “Kewajiban dakwah kita lebih banyak dari waktu yang tersedia”.
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Mari kita renungkan bersama satu firman Allah SWT berikut ini :
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang ynag bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringnan kepada kamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian nikmat Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an itu dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah dengn pinjaman ynag baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al Muzzamil :20).
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa :
- Allah SWT mnegetahui bahwa kemampuan kita dalam berqiyyamulllail berbeda–beda, ada yang hampir mampu mencapai 2/3 malam, ada yang mampu setengah malam, dan ada pula yang speretiga malam.
- Allah SWT-lah yang menentukan ukuran-ukuran siang dan malam.
- Allah SWT menegtahui bahwa kita ini lemah dan tidak akan mampu melakukan kewajiban (ya……KEWAJIBAN, karena waktu itu qiyyamullail setengah malam adalah kewajiban kaum muslimin).
- Allah SWT mengetahui bahwa diantara kita ada yang sakit, ada yang sibuk mencari ma’isyah, ada pula yang sibuk berperang fii sabilillah..
Meskipun Allah SWT mengetahui kesibukan kita, namun Dia tetap memerintahkan kepada kita untuk :
+ Membaca Al qur’an (bahkan diulang sampai 2 kali) sesuai dengan kemudahan kita.
+ Menegakkan shalat
+ Membayar zakat
+ Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah SWT (sedekah dan semacamnya)
+ Banyak-banyak beristighfar
Artinya, kalau kita kita sesuaikan dengan kondisi kita saat ini, betapapun kesibukan yang melanda kita, padatnya agenda aktivitas kita dan banyaknya jadwal rapat ini dan koordinasi itu, kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhiyah kita dan mengecesnya dengan berbagai sarana yang ada.
Ada banyak cara yang ditawarkan Islam agar kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman dan penyegaran ruhiyah kita. Diantaranya adalah :
Kita harus men-split waktu-waktu yang kita miliki agar muncul menjadi beberapa saat, sehingga dihadapan kita akan muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.
Ada sebuah kisah di zaman Rasulullah SAW. Waktu itu ada seorang sahabat bernama Hanzhalah yang bertemu sahabat Abu Bakar Ash-shidiq radhiyallahu ‘anhu. Begitu bertemu, Hanzhalah berkata kepada Abu Bakar, ”Nafaqa Hanzhalah” (Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar pernyataan seperti itu Abu Bakar kaget, lalu bertanya, ”Kenapa ?”. Hanzhalah menjawab “Kalau saya berada di majelis Rasulullah SAW, seakan saya melihat dengan mata kepala sendiri suasana surga dan neraka, akan tetapi ketika saya bertemu dengan anak-anak dan istri saya, saya semua lupa apa yang saya rasakan tadi”. Mendengar penjelasan seperti itu, Abu Bakar berkata, “Kalau begitu, sama seperti saya.”. Singkat cerita mereka menghadap Rasulullah saw dan menceritakan perasaan dan problem mereka, nabi saw menjawab :”………, akan tetapi sa-’ah wa sa’-ah”. Maksudnya bagilah (split-lah) waktumu agar ada saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR. Bukhari).
Kita harus pandai memanfaatkan “serpihan-serpihan” waktu kita dan mendayagunakannya untuk melakukan siraman ruhiyah kita dan pengecesan baterai qalbu kita. Daripada sibuk mencari obyek untuk “cuci mata”, lebih baik kita menyibukkan diri kita dengan berdzikir sambil berjalan ke kampus. Daripada melamun hal-hal jorok, mungkin kita bisa tilawah qur’an atau membaca buku sambil menunggu teman lain yang belum datang untuk rapat, dan banyak peluang kebaikan yang lain yang sesungguhnya bisa kita siasati, jika kita bersungguh-sungguh.
Pada suatu ketika Rasulullah saw memperingatkan kita dengan sabdanya : “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan mengalahkannya, karenanya luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan pesimis) dan meminta tolonglah dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam”. (HR Bukhari).
Ikhwah fillah rahimakumullah….,
Terakhir sekali, kita harus pandai mendiversivikasi kegiatan/aktivitas kita dengan berbagai ragam kegiatan agar tidak cepat bosan, ingatlah bahwa, “Sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan sehingga kita bosan, dan bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya dan bahwasanya amal yang paling dicintai Allah SWT adalah yang kontinu” (HR Ahmad, Abu Daud, dan An Nasa’i).
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufiq, bimbingan dan kekuatan kepada kita untuk istiqomah diatas jalan-Nya dan memberikan kemudahan kepada kita mencapai jannah-Nya. Amiin.
(Dikutip dari tulisan Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim dalam buku Rambu-rambu Amal)
“Dan katakanlah, ”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS At Taubah :105)