Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (al hadits)
Suatu hari khalifah umar bin Khatab memanggil said bin zaid. Menurut umar dialah orang yang cocok untuk dipasrahi jabatan gubernur khuffah Said bin zaid adalah seorang sahabat dekat Rasulullah saw. Ia juga salah satu diantara sepuluh sahabat yang mendapat berita gembira akan masuk surga dari Rasulullah saw (al-’asyarah mubsyarah). Kepribadian dan kecintaannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya Telah terbukti semenjak keislamannya. Wajar kalau kemudian Uamar ingin memasrahkan daerah Khuffah kepadanya.
Ternyata pikiran Said bin Zaid tidak demikian. Ia merasa kapasitasnya tidak cukup untuk mengemban amanah dari Khalifah umar tersebut. Jabatan adalah pertanggungjawaban yang berat kelak di hadapan Allah SWT pada hari kiamat. Demikian alasan penolakan Said bin Zaid atas pilihan khalifah Umar kepadanya.
Namun Umar tetap memaksanya karena ia merasa Said adalah figur yang tepat untuk mengendalikan warga khuffah yang terkenal kritis dan suka menentang pemimpinnya. Menurut Umar bin Khatab keteladanan Said bin Zaid akan mampu meredam karakter warga khuffah supaya lebih tenang daripada waktu-waktu sebelumnya. Said bin Zaid pun akhirnya menerima amanah pemimpin tertinggi kaum muslimin waktu itu dan melaksanakan dengan baik tugasnya.
Ironi Seperti itulah gambaran generasi salaf pada masa lalu. Mereka sangat tidak berambisi untuk memperoleh dunia. Mereka sadar bahwa dunia aalah ujian. Jabatan adalah ujian. Kekuasaan adalah ujian. Justru mereka sangat khawatir jika tidak amanah dalam menunaikan ujian tersebut. Mereka sangat hati-hati.
Bagaiamana dengan saat ini? Kini manusia berlomba-lomba, berpacu, bersaing menghabiskan energi dan usianya demi satu tujuan; mendapatkan jabatan dan kekuasaan secara maksimal dalam hidupnya. Tidak jarang ambisi mendapatnya memaksa mereka melupakan etika, norma, perintah ataupun larangan Allah SWT. Tidak ada perasaan takut atau khawatir bahwa apa diburunya tidak akan berguna jika ia meninggal. Padahal amal kehidupannya lebih bernilai negatif dari positif dalam pandangan Allah SWT.